Ada sebuah pohon yang sedang berbuah lebat. Buahnya terlihat kuning keemasan & sangat menggiurkan.
Seekor burung jalak terbang ke pohon tersebut. Dengan suara keras burung jalak itu berteriak memuji pohon tersebut.
"Pohon yang subur, engkau terlihat indah dengan buah-buah pohon ini."
Setelah mendengar pujian tersebut, si pohon berkata kepada burung jalak, "Teman, tinggallah di tempat saya!"
Kemudian, seekor burung kenari terbang ke pohon ini sambil bernyanyi, "Pohon ini sangat hijau, buahnya sangat wangi, sangat bagus."
Pohon berkata kepada burung kenari itu, "Jika engkau ingin makan buahku, silahkan ambil saja!"
Seekor burung pelatuk terbang ke pohon ini, dia mematuk-matuk di sana sini di badan si pohon buah. Hal itu membuat si pohon buah sangat kesakitan. Sambil menjerit kesakitan, si pohon berteriak kepada burung pelatuk. Tapi, burung pelatuk berkata, "Saya melihat di dalam tubuhmu ada seekor ulat, saya ingin mematuknya keluar. Jika tidak, maka Anda akan sakit dimakan ulat."
Si pohon dengan marah berkata, "Omong kosong ! Engkau mematuk saya, krn sengaja ingin membunuh saya. Cepat pergi dari sini!". Si burung pelatuk akhirnya terbang & pergi meninggalkan si pohon buah.
Tidak berapa lama kemudian, si pohon buah menderita sakit. Daunnya berubah kuning kemudian gugur.
Akhirnya dahannya juga layu, & tidak bisa berbuah lagi.
Burung jalak terbang meninggalkannya, burung kenari juga tidak datang bernyanyi lagi.
Pada saat buruk itu, si burung pelatuk datang lagi. Walau si pohon menjerit kesakitan, si burung pelatuk tidak peduli. Ia terus mematuknya sampai seluruh ulat di tubuh pohon itu habis.
Beberapa waktu kemudian, pohon ini tumbuh kembali. Daun2x hijau mulai terlihat. Si pohon lalu berbuah lagi.
Pada saat itulah si pohon dgn perasaan terharu berkata, "Yg bernyanyi dan memuji Anda belum tentu seorang teman. Tetapi yang bersedia menunjukkan kekurangan Anda & mau membantu Anda saat sulit, itulah teman sejati Anda."
Menjadi saksi perkawinan, saksi perjanjian kerja sama bisnis, atau saksi di pengadilan sudah dialami oleh sejumlah orang di paroki kita. Tetapi, kalau “menjadi saksi Kristus” semua orang Katolik harus menjalaninya. Apa boleh buat! Itu yang dikatakan Yesus, “Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini” (Lukas 24: 46 – 48) Senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, sadar atau tidak sadar setiap hari kita semua “harus” menjadi saksi itu. Orang di sekitar kita akan mengatakan, “Dia orang Katolik!” Kesaksian itu memang tidak bisa dibuat-buat atau artificial. Lalu apa bedanya, kita sebagai orang Katolik dengan orang yang beragama Kristen atau agama lain? Mari kita jawab bersama-sama.
Menjadi Katolik berarti menerima Injil atau kabar gembira bahwa Allah itu mengasihi kita. Allah itu Bapak (atau Ibu) kita semua yang mengasihi dengan menciptakan dan menebus dari dosa kita. Kasih Allah itu tampak dalam hidup dan karya serta kebangkitan Yesus. Kabar gembira itu bisa kita baca Kitab Suci. Makanya Kita Suci itu harus sering kita dengarkan (dalam Misa) dan kita baca (sendiri) agar makin hari kita makin paham akan kasih Tuhan. Iman akan kabar gembira itu kita hayati dalam “sistem” (cara hidup) Gereja Katolik dengan para pemimpinnya, ajarannya, tradisinya, kebiasaan-kebiasaannya. Lewat hidup sesuai dengan ajaran, tradisi , perintah-perintah Gereja itu kita mengalami bahwa Allah itu sungguh baik. Yesus yang hidup dan wafat serta bangkit itu bukan hanya “dulu” terjadi tapi sekarang pun kita alami dalam sakramen ekaristi, sakramen tobat, dan sakramen-sakramen lain. Hidup yang mengimani Allah sebagai Bapak itu juga kita alami dalam hidup menjemaat (menggereja) dengan pemimpin yang menyatukan dari paus, uskup hingga pastor paroki dan pengurus lingkungan dan keluarga kita.
Bagaimana mengembangkan iman akan Kristus atau iman akan Injil itu? Itu memang menjadi tanggung jawab masing-masing orang Katolik. Menjadi orang saleh yang bukan hanya secara individual, tetapi juga secara sosial, karena memberi arti dan makna bagi orang lain sehingga orang lain “mengalami” Allah yang mahabaik itu dalam perbuatan-perbuatan baik kita. Bahwa untuk mewujudkannya (=menjadi serupa dengan Yesus), kita semua harus berusaha dan jungkir balik karena memang bukan barang mudah mewujud-nyatakan iman dalam kehidupan itu juga menjadi risiko setiap orang beriman Katolik dengan salib hidupnya masing-masing. Sudah cukup? Belum. Ada satu hal lagi. Orang Katolik mestinya hidup lebih bergembira dibandingkan dengan yang bukan Katolik, karena di samping mengimani Allah sebagai Bapak juga dapat menjumpai Yesus yang menebus kita dalam perayaan Ekaristi. Bila jatuh berdosa kita bisa datang menerima sakramen Pengampunan, karena berkat Yesus, kita akan diampuni, baik sekarang maupun nanti. Dengan demikian, dari hari ke hari hidup kita mestinya menjadi lebih berkualitas sehingga makin pantas disebut putera-puteri Allah, bapak yang mahabaik.
Ada ungkapan, “Jangan melihat buku hanya dari sampulnya saja!” Sampul buku atau sering disebut “cover” bisa saja menarik, tetapi isi atau materi buku setelah dibaca ternyata tidak menarik. Melihat buku memang tidak cukup hanya dari tampilan luar, meskipun tampilan luar itu eye-catching (mengundang mat untuk melihat karena memiliki daya tarik) untuk melihatnya. Injil pada hari ini mengajarkan kita tentang “melihat”. Santo Thomas yang tidak mudah percaya akan kata orang menjadi percaya akan Yesus yang Bangkit setelah “melihat” kelima luka Yesus. Sikap tidak mudah percaya seperti Thomas ini umum terjadi sekarang ini. Aneka penipuan, kejahatan, dan kriminalistas terjadi karena orang mudah percaya sehingga tertipu dan membuka peluang terjadinya kejahatan. Kepercayaan menjadi barang mahal dalam masyarakat kita.
Percaya memang tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, tetapi kata-kata itu dibarengi dengan seluruh hidup dan pribadi orang itu. Dengan demikian ada kaitan yang erat antara kata-kata dan siapa yang mengatakan. Melihat adalah suatu proses untuk menjadi percaya. Melihat itu lebih penting dari pada sekedar mendengar, seperti dalam ungkapan “Lebih baik melihat sekali dari pada mendengar beribu kali”. Mendengar dalam hal ini berarti hanya dari kata orang lalu menjadi asal percaya. Tetapi, Yesus justru menegaskan sebaliknya, “Karena engkau (=Thomas) telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” ( Yoh 20: 29). Orang tidak melihat langsung, tetapi percaya karena kata-kata orang lain. Karena dalam hidup yang benar adanya satunya kata dan perbuatan sehingga kata-kata itu menjadi kesaksian hidup bahwa “kata-kata” itu memang benar.
Tidak seperti Rasul Thomas, kita juga percaya akan Yesus yang bangkit dari kata-kata orang lain, termasuk orang tua, teman, saudara, juga pastor yang dulu membaptis kita atau dapat dikatakan kita percaya karena kesaksian hidup Gereja. Kesaksian hidup itu membwa iman akan Yesus yang bangkit. Kebangkitan itu nyata dalam kehidupan Gereja yang tampak dalam diri anggota-anggotanya bahwa cinta kasih mampu mengatasi aneka kesulitan, hambatan, penderitaan bahkan kematian, seperti ditunjukkan dalam peristiwa penyaliban Yesus . Dalam hidup yang diresapi oleh iman akan kebangkitan itu orang beriman tetap memiliki harapan, sikap optimis sehingga mampu menjalani hidup ini dengan cinta kasih kepada diri sendiri dan sesama. Menjadi tugas kita semua orang beriman untuk memberi kesaksian akan kebangkitan Yesus dalam kehidupan nyata sehari-hari sehingga makin banyak orang di sekitar kita yang “meskipun tidak melihat namun percaya”. ***
Sebuah kisah yang amat menyentuh hati & bagus untuk direnungkan… (◦ˆ◡ˆ◦)
Sebuah kecelakaan telah merenggut orang yg kukasihi…
Sering aku bertanya², bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik² sajakah? ƪ(▔ ̯▔)ʃ
Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan seorang suami yg tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yg masih begitu kecil…
Begitulah yg kurasakan, karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, ga bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku… ( ˘͡ ―˘͡)
Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja…
Aku harus segera berangkat ke kantor…
Anakku masih tertidur…
Ohhh… aku harus menyediakan makan untuknya… (─‿─)
Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan…
Setelah memberitahu anakku yg masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja…
Peran ganda yg kujalani, membuat energiku benar² terkuras…
Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari…
Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku…
Aku langsung masuk ke kamar tidur dan melewatkan makan malam…
Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dgn maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan… ƪ(´~`)ʃ
Tiba² aku merasa ada sesuatu yg pecah dan tumpah seperti cairan hangat!
Aku membuka selimut dan di sanalah sumber 'masalah'nya…
Sebuah mangkuk yg pecah dgn mie instan yg berantakan di seprai dan selimut!
Oh…Tuhan! (⋋ ̯⋌)
Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anakku yg sedang gembira bermain dgn mainannya dgn pukulan²! (`д⊂彡☆))Д゚)
Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat…
"Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi… Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan… Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar… Maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie… Satu untuk ayah dan yang satu lagi untukku… Karena aku takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang… Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dgn mainanku… Aku minta maaf Dad…"
Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku… (ㄒ﹏ㄒ)
Tetapi, aku ga ingin anakku melihat ayahnya menangis…
Maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dgn menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku… (˘̩̩̩~˘̩̩̩ƪ)
Setelah beberapa lama, aku hampiri anakku, memeluknya dgn erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur…
Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie ditempat tidur…
Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam…
Aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yg dikasihinya… (>_<。)
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, aku mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dgn memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya…
Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari TK…
Untungnya insiden yg terjadi ga meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dgn bahagia… (◦'ں'◦)
Namun, belum lama, aku sudah memukul anakku lagi…
Aku benar² menyesal… (´⌒`)
Guru TKnya memanggilku dan memberitahukan bahwa anakku absen dari sekolah…
Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan…
Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil² namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis sedang bermain komputer game dgn gembira…
Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan²…
Dia diam aja lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Dad…"
Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yg diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dgn ibunya…
Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu…
Beberapa hari setelah penghukuman dgn pukulan rotan…
Anakku pulang ke rumah memberitahuku, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis…
Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yg aku yakin, jika istriku masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat aku bangga juga!
Waktu berlalu dgn begitu cepat…
1 tahun telah lewat. Saat ini musim dingin dan hari Natal telah tiba…
Semangat Natal ada dimana² juga di hati setiap orang yg lalu lalang…
Lagu² natal terdengar diseluruh pelosok jalan…
Tapi astaga, anakku membuat masalah lagi!
Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari² terakhir kerja…
Tiba² kantor pos menelpon…
Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sdng sibuk²nya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus…
Mereka menelpon saya dgn marah², untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat…
Walaupun aku sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anakku lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi…
Karena aku merasa bahwa anak ini sudah benar² keterlaluan…
Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf: "Maaf, Dad""... (ಠ_ಠ)
Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu…
Setelah itu aku pergi ke kantor pos untuk mengambil surat² tanpa alamat tersebut lalu pulang…
Sesampai di rumah, dgn marah aku mendorong anakku ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini?
Apa yg ada dikepalanya? (˘̶ِ̀ ˘̶́')
Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah "Surat² itu untuk mommy…".
Tiba² mataku berkaca²…
Tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya, "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat² pada waktu yg sama?"
Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yg lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat²ku… Tapi baru² ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus…"
Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata²… (॓ ̯॔)
Aku bingung ga tahu apa yg harus aku lakukan dan apa yg harus aku katakan…
Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dgn membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy…"
Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dgn nyenyak…
Aku berjanji akan membakar surat² atas namanya, jadi aku membawa surat² tersebut ke luar…
Tapi aku jadi penasaran untuk membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu…
Dan salah satu dari isi surat²nya membuat hatiku hancur… ( ˘̶̀• ̯•˘̶́ )
Mommy sayang…
Aku sangat merindukanmu!
Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut…
Tapi kamu tidak ada, jadi aku tidak ingin menghadirinya juga…
Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi…
Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko…
Ayah keliling² mencariku, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yg sebenarnya…
Mommy, setiap hari aku melihat ayah merindukanmu…
Setiap kali dia teringat padamu…
Dia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya…
Aku pikir kita berdua amat sangat merindukanmu…
Terlalu berat untuk kita berdua, aku rasa…
Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu…
Bisakah mommy muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahmu dan mengingatmu?
Temanku bilang jika kau tertidur dengan photo orang yg kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu…
Tapi mommy, mengapa engkau tak pernah muncul?
Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti…
Karena aku tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yg tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istriku…
Untuk para suami, yg telah dianugerahi seorang istri yg baik, yg penuh kasih terhadap anak²mu selalu berterima kasihlah setiap hari padanya…
Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak²mu… ƪ(◦ˇーˇ◦)¬
Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dgn segala kekurangan dan kelebihannya…
Karena apabila engkau telah kehilangan dirinya, maka tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya di keluarga dan hatimu dan anak-anakmu… ┓(◦ˇεˇ◦)┏
Berbeda dengan Injil Sinoptik lainnya (Matius dan Lukas), Injil Markus tidak menjelaskan secara detail bagaimana Yesus memasuki kota Yerusalem dengan dielu-elukan oleh orang banyak. Pada awal cerita hanya dikatakan bahwa ada konspirasi dari para imam kepala yang mau menangkap Yesus. Peristiwa Minggu Palma merupakan tragedi tersendiri. Di suatu hari orang-orang mengelu-elukan rakyat banyak sebagai raja, di kemudian hari mereka meneriakkan salib, hukuman mati bagi Yesus. Demokrasi sering mengundang tragedi, bila tidak mengusung kebenaran. Kebenaran dalam hal ini adalah bahwa Allah berkomitmen mengasihi dan menyelamatkan manusia. Komitmen Allah seperti diusung Yesus seakan-akan rapuh oleh kekuasaan dari para imam dan pemerintahan penjajah Romawi.
Menghadapi kekuasaan orang per orang seperti kita menjadi rapuh. Lihatlah Petrus yang amat PD mau membela Yesus, yang malah menyangkap tiga kali sebelum ayam berkokok. Kita sebagaimana Petrus juga rapuh dalam situasi hidup yang sering tidak pasti, penuh ancaman dan kendala, hidup yang terbatas oleh panyakit dan usia. Menghayati dan mengalami hidup yang saat di tanah air makin tidak pasti beranikah tetap percaya bahwa Allah seperti disabdakan dan dibuat Yesus tetap mengasihi kita dalam keseharian hidup? Tidak mudah mengintegrasikan iman dan kepercayaan dasar kita bahwa Allah sungguh baik sehingga sebagai orang beriman kita tetap mampu bertahan untuk hidup dengan gembira dan optimis, karena memiliki pengharapan akan jalan keselamatan kita dalam kehidupan setiap hari. Artinya apapun yang terjadi dalam kehidupan kita masing-masing, yang terbaiklah yang terjadi pada kita, meskipun yang ”terbaik” bagi setiap orang bisa berbeda-beda. Itulah yang membedakan antara orang beriman dan orang yang tidak beriman atau kurang beriman. Orang beriman mampu bertahan dalam segala cuaca kehidupan, baik itu sehat maupun sakit, untung atau rugi, senang maupun susah.
Kerapuhan manusia juga dapat dilihat dalam diri Yudas yang justru menyerahkan Yesus kepada para musuh-Nya untuk dilenyapkan. Menyingkirkan Yesus dalam pikiran dan kehidupan sama dengan membiarkan hidup dalam kegelapan, seperti kata-kata Yesus, ”Anak manusia akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Mrk 14: 21). Tanpa Yesus dalam kehidupan hidup tidak akan memiliki pengharapan, kasih, dan masa depan yang berarti hidup tanpa makna yang berakhir dengan kehancuran. Dengan demikian, peristiwa Minggu Palma menegaskan kembali komitmen Tuhan Sang Pencipta akan keselamatan hidup manusia orang per orang. Komitmen Tuhan menjamin hidup kita. Beranikah kita percaya bahwa hidup kita saat ini, apapun keadaannya, merupakan karya keselamatan Tuhan atas diri kita? Marilah kita percaya supaya kita tidak menjadi orang seperti Yudas! ***